Pilkada Kota Tangerang Sebagai Ajang Silaturahmi Sosial
Pilkada Kota Tangerang Sebagai Ajang Silaturahmi Sosial
Di tengah riuhnya panggung demokrasi, Pilkada Kota Tangerang menghadirkan sebuah fenomena yang menarik. Bukan hanya soal politik praktis, tetapi lebih dari itu, pilkada menjadi ajang silaturahmi, tempat bertemunya berbagai strata sosial, latar belakang pendidikan, dan latar budaya dalam satu ruang politik yang unik. Seperti sebuah drama satire di atas panggung puisi, di sinilah kita melihat harmonisasi yang ganjil namun indah.
Kota Tangerang, sebuah kota yang menggabungkan modernitas dengan tradisi, menjadi latar belakang ideal bagi fenomena ini. Masyarakat dengan berbagai lapisan sosial dan tingkat pendidikan, dari yang paling sederhana hingga yang paling elit, dipersatukan oleh satu tujuan: memilih pemimpin yang akan membawa mereka ke masa depan yang lebih baik. Namun, apakah itu hanya sebuah utopia? Atau, dalam istilah Desmontanes, apakah ini hanya sekadar wayang yang dimainkan oleh dalang-dalang politik yang cerdik?
Pilkada, dalam segala kerumitan dan kegemparannya, adalah sebuah cermin dari masyarakat kita. Di satu sisi, ada mereka yang datang dengan segala keseriusan dan harapan, menjadikan pemilihan ini sebagai bentuk partisipasi aktif dalam pembangunan kota. Di sisi lain, ada yang datang dengan penuh sinisme, melihat proses ini sebagai sirkus politik di mana janji-janji manis dijajakan seperti dagangan di pasar malam. Dalam kontradiksi ini, kita menemukan keindahan yang tersembunyi, keindahan yang lahir dari perbedaan pandangan dan pengalaman.
Seperti puisi Desmontanes yang kadang penuh dengan ironi dan kegetiran, pilkada juga menyimpan satire tersendiri. Di sini, kita melihat bagaimana para pemimpin yang berdiri di panggung, bersaing untuk menarik perhatian massa, menggunakan retorika yang kadang begitu manis hingga terasa pahit. Mereka tahu bahwa di balik senyum dan jabat tangan, ada jurang yang dalam antara harapan dan kenyataan, antara janji dan realisasi. Namun, di situlah letak keunikan pilkada ini. Ia menjadi sebuah teater sosial di mana setiap orang berperan, baik sebagai aktor maupun penonton.
Pilkada Kota Tangerang, dalam esensinya, adalah sebuah mosaik dari keberagaman. Ia mengingatkan kita bahwa di balik segala hiruk pikuk politik, ada satu hal yang tetap: hubungan antar manusia. Silaturahmi yang terjalin di sini bukan hanya sekadar basa-basi, melainkan cerminan dari kehidupan kota yang dinamis. Mungkin, di tengah segala keterbatasan dan tantangan, inilah yang membuat pilkada menjadi lebih dari sekadar ajang politik. Ia adalah ajang untuk mengenal lebih dekat sesama warga, untuk merajut kembali ikatan yang mungkin mulai pudar dalam kesibukan sehari-hari.
Dan seperti Desmontanes yang selalu melihat sisi lain dari sebuah realitas, kita pun diajak untuk melihat pilkada dengan kacamata yang berbeda. Bukan hanya sebagai ajang perebutan kekuasaan, tetapi sebagai sebuah proses yang menghubungkan, menguatkan, dan mengingatkan kita bahwa dalam perbedaan, ada harmoni yang tersembunyi. Sebuah harmoni yang hanya bisa ditemukan jika kita mau melihat lebih dalam, melampaui permukaan retorika dan janji-janji manis.
Di akhir, pilkada Kota Tangerang menjadi lebih dari sekadar ritual politik. Ia menjadi sebuah cermin sosial, sebuah panggung tempat kita bisa melihat refleksi diri kita sendiri, masyarakat kita, dan kota kita. Seperti puisi satire yang menggugah pemikiran, pilkada ini mengajak kita untuk merenung, bertanya, dan mungkin, menemukan jawaban yang selama ini tersembunyi di balik gemerlapnya panggung demokrasi.
Tangerang, 17 Agustus 2024
@Rosihan J. Khan
@garda Indonesia
@Presiden republik langit
Tidak ada komentar:
Posting Komentar