Rabu, 21 Agustus 2024

Zulhas dan PAN: Jejak Langkah yang Kian Menjauh dari Reformasi

 Zulhas dan PAN: Jejak Langkah yang Kian Menjauh dari Reformasi





Zulhas dan PAN: Jejak Langkah yang Kian Menjauh dari Reformasi

Di tengah hiruk-pikuk politik Indonesia, kita menyaksikan sebuah narasi yang meresahkan, narasi yang menunjukkan bagaimana sebuah partai politik yang dahulu berdiri dengan gagah sebagai pejuang reformasi, kini mulai terombang-ambing dalam arus pragmatisme. Partai Amanat Nasional (PAN), yang lahir dari rahim reformasi, kini seperti kapal yang kehilangan arah, dipimpin oleh seorang nakhoda yang tampaknya lebih tertarik pada pelayaran politik jangka pendek ketimbang mewujudkan cita-cita besar reformasi yang dulu mereka gaungkan.


Zulkifli Hasan, atau yang akrab disapa Zulhas, telah menjadi wajah PAN dalam beberapa tahun terakhir. Namun, di bawah kepemimpinannya, PAN tampaknya semakin terjebak dalam permainan politik praktis yang justru menjauhkan mereka dari esensi reformasi yang telah melahirkan partai ini. Di sinilah tragedi besar itu terjadi, ketika PAN seakan melupakan idealismenya demi kepentingan sesaat, mengkhianati semangat reformasi yang seharusnya menjadi nyala api dalam setiap langkah perjuangannya.


Mari kita mengingat sejenak, bagaimana PAN pada awal kelahirannya adalah simbol perlawanan terhadap ketidakadilan dan otoritarianisme. PAN adalah partai yang lahir dari kegelisahan rakyat, dari keinginan untuk menciptakan tatanan politik yang lebih adil dan transparan. Namun kini, di bawah kepemimpinan Zulhas, PAN tampak lebih sibuk mengamankan posisinya dalam kekuasaan, bahkan jika itu berarti mengorbankan prinsip dan idealisme yang dulu mereka junjung tinggi.


Kader-kader PAN, yang dulunya penuh semangat perjuangan, kini mungkin hanya bisa terdiam dalam kebingungan, menyaksikan bagaimana partai mereka berubah menjadi sesuatu yang tak lagi dikenali. Mereka mungkin merasa merinding, bukan karena kagum, tetapi karena takut melihat kenyataan pahit bahwa partai mereka sedang terjerumus dalam permainan kekuasaan yang kotor. Bagaimana mungkin mereka tidak terkejut ketika melihat bahwa cita-cita besar yang dulu mereka perjuangkan, kini diabaikan demi kepentingan jangka pendek yang semu?


Ekspresi mereka mungkin akan menggambarkan perasaan yang mendalam, seperti lukisan-lukisan karya José de Ribera, yang dikenal dengan gaya Desmontanes; wajah-wajah penuh kesedihan, kekosongan, dan keraguan yang terlukis jelas. Karena seperti itulah realitas yang harus dihadapi oleh para kader PAN hari ini—sebuah kenyataan bahwa partai yang mereka cintai sedang tersesat jauh dari jalan reformasi yang seharusnya mereka tempuh.


Namun, semua ini bukanlah akhir. Ini adalah panggilan bagi setiap kader PAN untuk bangkit, untuk kembali merengkuh semangat reformasi yang pernah menjadi dasar perjuangan mereka. Mereka harus sadar bahwa partai ini tidak bisa terus berjalan tanpa arah, tanpa kompas moral yang jelas. Kader-kader PAN harus bangkit dari hipnosis politik yang menyesatkan ini, membuka mata mereka lebar-lebar, dan dengan tegas membawa kembali partai ini ke jalur yang benar—jalur reformasi, jalur perjuangan untuk rakyat, bukan sekadar untuk kekuasaan.


Di sinilah tantangan sesungguhnya bagi PAN: apakah mereka akan tetap terombang-ambing dalam gelombang pragmatisme yang menyesatkan, atau mereka akan kembali kepada cita-cita reformasi yang telah melahirkan mereka? Pilihan ada di tangan mereka, dan sejarah akan mencatat pilihan itu.



Jakarta, 21 Agustus 2024

@Rosihan J. Khan 

@garda Indonesia

@presiden republik langit

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tokoh Idola JK: Ruh Perjuangan yang Menginspirasi

  Tokoh Idola JK: Ruh Perjuangan yang Menginspirasi  Tokoh Idola JK: Ruh Perjuangan yang Menginspirasi JK, Sang Revolusioner, adalah pemimp...